Pages

Subscribe:

Sabtu, 16 Juni 2012

Belajar Dari Manisnya Gula


Tak ada yang lebih gusar melebihi makhluk Allah SWT yang bernama gula pasir. Pemanis alami dari olahan tumbuhan tebu ini membandingkan dirinya dengan makhluk sejenisnya yang bernama sirup. Masalahnya sederhana. Gula pasir merasa kalau selama ini dirinya tidak dihargai manusia. Dimanfaatkan, tapi dilupakan begitu saja. Walau ia sudah mengorbankan diri untuk memaniskan teh panas, tapi manusia tidak menyebut-nyebut dirinya dalam campuran the dan gula itu. Manusia Cuma menyebut, “ini Teh manis”. Bukan teh gula. Apalagi teh gula pasir.

Begitu pun ketika gula pasir dicampur dengan kopi panas. Tak ada yang mengatakan campuran itu dengan gula pasir. Melainkan kpi manis. Hal yang sama ia alami ketika dirinya dicampur berbagai adonan kue dan roti. Gula pasir merasa kalau dirinya Cuma dibutuhkan, tetapi kemudian dilupakan. ia Cuma disebut manakala manusia butuh. Setelah itu, tak ada penghargaan sedikit pun. Tak ada yang menghargai pengorbanannya, kesetiannya, dan perannya yang begitu besar sehingga menjadi manis.

Berbeda sekali dengan sirup. Dari segi ekstensi sirup tidak hilang ketika bercampur. warnanya masih terlihat. Manusia pun mengatakan, “Ini Es Sirup”. Bukan es manis. Bahkan tidak jarang sebutan diikuti dengan jatidiri yang lebih lengkap, “es Sirup Mangga Es Sirup Lemon, Kokopandan,” dan seterusnya. Gula pasir pun akhirnya bilang ke sirup, “Andai aku seperti kamu”.



Sosok gula pasir dan sirup merupakan pelajaran tersendiri buat mereka yang giat berbuat banyak untuk umat. Sadar atau tidak, kadang ada keinginan untuk diakui, dihargai, bahkan disebut-sebut namanya sebagai yang paling berjasa. persis seperti yang disuarakan gula pasir. kalau saja gula pasir sadar bahwa sebuah kebaikan kian bermutu ketika tetap tersembunyi. kalau saja gula pasir sadar bahwa setinggi apa pun sirup dihargai, toh asalnya juga dari gula pasir. Kalau saja gula pasir mengerti bahwa sirup terbaik justru yang berasal dari gula pasir asli. Kalau saja para penggiat kebaikan memahami kekeliruan gula pasir, tidak akan ada ungkapan, “Andai aku seperti sirup”.

(Dikutip dari UIINews “Kolom Refleksi”)

0 komentar:

Posting Komentar